Blog Archive

Kampoeng Blog

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

Followers

Tempat Keren buat Baca Teknologi Informasi

Subscriber

Sharing-sharing

Bookmark and Share

Labels

  • (1)

Daftar Blog Saya

My Rank

Check Page Rank of any web site pages instantly:
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Google Translate

Poll

About Me

saya hanya orang awam yang berusaha jadi pemenang dan saya akan berusaha untuk meraihnya dan memdapatkan ridho-Nya

Cari Blog Ini

Recommended Link

.

Kemerdekaan Hakiki

Setiap tanggal 17 Agustus kita senantiasa mera­yakan hari kemerdekaan. Hari bersejarah ini sudah sepatutnya dirayakan oleh semua komponen bangsa untuk memaknai perjuangan para pah­lawan dan tentu saja memotivasi generasi penerus untuk mengisi kemerdekaan dengan baik.

Namun di tengah gegap gem­pita dan kebahagiaan menyambut Hari Kemerdekaan, kita patut sejenak merenungkan arti dari kemerdekaan itu. Sudah 64 ta­hun bangsa ini bebas dari penjajahan bangsa asing, namun masih belum merdeka seutuhnya. Sesungguhnya ada tiga jenis kemerdekaan yaitu kemerdekaan secara fisik, emosi, dan spiritual. Terusirnya Belanda dan Jepang dari bangsa Indonesia merupakan kemerdekaan fisik. Oleh karena itu perayaan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus, sesungguhnya baru merayakan kemerdekaan fisik, namun masih ada dua hal yang belum merdeka yaitu dimensi emosi dan spiritual.

Kita bisa dikatakan merdeka secara emosi apabila terbebas dari dorongan nafsu negatif yaitu keinginan menjajah dan jiwa terjajah. Nafsu menjajah berupa kesombongan dan keinginan menguasai bahkan terhadap sesama. Hal ini tampak pada berbagai perlombaan mencari kekuasaan. Adapun mental terjajah bisa berupa rasa rendah diri tidak mau bangkit, malas, dan tidak bertanggung jawab. Bangsa Indonesia yang sumber daya alamnya kaya namun banyak penduduknya yang miskin, karena dorongan menjajah dan mental terjajah. Tigapuluh hari puasa di bulan Ramadhan adalah latihan untuk membebaskan diri dari dua nafsu tersebut. Itulah kemerdekaan emosi yang dirayakan pada Hari Raya Idul Fitri.

Kemerdekaan spiritual yaitu ketika kita terbebas dari penghambaan dan mengutamakan nilai-nilai keduniaan (penjajah) harta benda, pangkat, dan jabatan yang dapat menghalangi penghambaan dan kecintaan pada Sang Pencipta. Korupsi yang banyak terjadi di Indonesia merupakan bukti bahwa bangsa ini belum merdeka secara spiritual. Hal inilah yang sesungguhnya telah menghancurkan bangsa kita.

Pelatihan agar kita merdeka secara spiritual adalah melalui Idul Adha sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Perjalanan Nabi Ibrahim dimulai dengan perintah untuk meninggalkan orangtuanya yang menyembah berhala, kemudian melawan Raja Namrudz hingga dibakar. Puncak ujian yang dialami Nabi Ibrahim agar merdeka secara spiritual adalah perintah untuk menyembelih Ismail putera kesayangannya. Ketika Ibrahim berhasil menjalankan perintah tersebut ternyata Allah menggantinya dengan seekor domba. Ibrahim terbukti merdeka dari berbagai penjajahan duniawi baik harta, keluarga, dan dunia. Dalam konteks masa kini, Ibrahim bebas dari KKN yang sesungguhnya berarti telah merdeka secara spiritual.

Pada jaman Orde Lama, semangat nasionalisme digelorakan hingga perang pun dikumandangkan kesana-sini. Inilah perjuangan membangun dimensi emosi, namun melupakan pembangunan dimensi fisik dan spiritual. Pada era Orde Baru pembangunan lebih mengutamakan pada dimensi fisik yaitu bidang ekonomi, tapi melupakan pembangunan dimensi emosi dan spiritual. Yang terjadi saat itu justru krisis multidimensi yang terjadi pada akhir dekade 90-an. Kedua periode kepemimpinan tersebut berujung tragis dan menyedihkan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia seharusnya belajar dari sejarah, ketika pembangunan hanya pada dimensi fisik atau emosi, maka yang terjadi adalah kehancuran.

Ada satu hal yang terlupakan yaitu pembangunan spiritual yang sesungguhnya jati diri bangsa Indonesia yang ditulis oleh founding fathers yang menempatkan sila Ketuhanan pada urutan teratas. Jika Bangsa Indonesia kembali menjunjung nilai ketuhanan maka akan merdeka secara spiritual. Saat itulah bangsa Indonesia berhijrah menuju kemerdekaan hakiki, sehingga air zam-zam (kesejahteraan) akan mengalir di negeri ini.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al A’raaf 7 :96)
0

Kemerdekaan Hakiki

Setiap tanggal 17 Agustus kita senantiasa mera­yakan hari kemerdekaan. Hari bersejarah ini sudah sepatutnya dirayakan oleh semua komponen bangsa untuk memaknai perjuangan para pah­lawan dan tentu saja memotivasi generasi penerus untuk mengisi kemerdekaan dengan baik.

Namun di tengah gegap gem­pita dan kebahagiaan menyambut Hari Kemerdekaan, kita patut sejenak merenungkan arti dari kemerdekaan itu. Sudah 64 ta­hun bangsa ini bebas dari penjajahan bangsa asing, namun masih belum merdeka seutuhnya. Sesungguhnya ada tiga jenis kemerdekaan yaitu kemerdekaan secara fisik, emosi, dan spiritual. Terusirnya Belanda dan Jepang dari bangsa Indonesia merupakan kemerdekaan fisik. Oleh karena itu perayaan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus, sesungguhnya baru merayakan kemerdekaan fisik, namun masih ada dua hal yang belum merdeka yaitu dimensi emosi dan spiritual.

Kita bisa dikatakan merdeka secara emosi apabila terbebas dari dorongan nafsu negatif yaitu keinginan menjajah dan jiwa terjajah. Nafsu menjajah berupa kesombongan dan keinginan menguasai bahkan terhadap sesama. Hal ini tampak pada berbagai perlombaan mencari kekuasaan. Adapun mental terjajah bisa berupa rasa rendah diri tidak mau bangkit, malas, dan tidak bertanggung jawab. Bangsa Indonesia yang sumber daya alamnya kaya namun banyak penduduknya yang miskin, karena dorongan menjajah dan mental terjajah. Tigapuluh hari puasa di bulan Ramadhan adalah latihan untuk membebaskan diri dari dua nafsu tersebut. Itulah kemerdekaan emosi yang dirayakan pada Hari Raya Idul Fitri.

Kemerdekaan spiritual yaitu ketika kita terbebas dari penghambaan dan mengutamakan nilai-nilai keduniaan (penjajah) harta benda, pangkat, dan jabatan yang dapat menghalangi penghambaan dan kecintaan pada Sang Pencipta. Korupsi yang banyak terjadi di Indonesia merupakan bukti bahwa bangsa ini belum merdeka secara spiritual. Hal inilah yang sesungguhnya telah menghancurkan bangsa kita.

Pelatihan agar kita merdeka secara spiritual adalah melalui Idul Adha sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Perjalanan Nabi Ibrahim dimulai dengan perintah untuk meninggalkan orangtuanya yang menyembah berhala, kemudian melawan Raja Namrudz hingga dibakar. Puncak ujian yang dialami Nabi Ibrahim agar merdeka secara spiritual adalah perintah untuk menyembelih Ismail putera kesayangannya. Ketika Ibrahim berhasil menjalankan perintah tersebut ternyata Allah menggantinya dengan seekor domba. Ibrahim terbukti merdeka dari berbagai penjajahan duniawi baik harta, keluarga, dan dunia. Dalam konteks masa kini, Ibrahim bebas dari KKN yang sesungguhnya berarti telah merdeka secara spiritual.

Pada jaman Orde Lama, semangat nasionalisme digelorakan hingga perang pun dikumandangkan kesana-sini. Inilah perjuangan membangun dimensi emosi, namun melupakan pembangunan dimensi fisik dan spiritual. Pada era Orde Baru pembangunan lebih mengutamakan pada dimensi fisik yaitu bidang ekonomi, tapi melupakan pembangunan dimensi emosi dan spiritual. Yang terjadi saat itu justru krisis multidimensi yang terjadi pada akhir dekade 90-an. Kedua periode kepemimpinan tersebut berujung tragis dan menyedihkan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia seharusnya belajar dari sejarah, ketika pembangunan hanya pada dimensi fisik atau emosi, maka yang terjadi adalah kehancuran.

Ada satu hal yang terlupakan yaitu pembangunan spiritual yang sesungguhnya jati diri bangsa Indonesia yang ditulis oleh founding fathers yang menempatkan sila Ketuhanan pada urutan teratas. Jika Bangsa Indonesia kembali menjunjung nilai ketuhanan maka akan merdeka secara spiritual. Saat itulah bangsa Indonesia berhijrah menuju kemerdekaan hakiki, sehingga air zam-zam (kesejahteraan) akan mengalir di negeri ini.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al A’raaf 7 :96)